MEDIAALIF.COM, Batam – Problematika lahan tanah yang akhir-akhir ini marak terjadi di wilayah Galang – Batam, hingga mencuat kepermukaan dan melibatkan banyak pihak, biasanya di awali oleh pihak pertama dan kedua secara sembunyi dengan sifat egois, bisa jadi berjiwa serakah layak disebut tamak.
Kedua belah pihak biasanya orang lama yang lebih dulu tinggal diwilayah itu, merasa menguasai, memiliki area lahan dan banyak ditemukan tanpa dokumen akurat atau hanya berupa pengakuan, baik secara turun temurun serta cara hibah antar keluarga, khususnya kolega antar sahabat.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu penduduk pun bertambah, disertai proses generasi kian berkembang untuk berusaha atau bertahan hidup, khususnya lapangan pekerjaan. Kalau tak kerja tak makan itu prinsip hidup, kecuali alasannya mencari makan pula demi kepentingan orang lain.
Hal itu terungkap dalam ulasan kilas balik (rekaman) saat Camat Galang UTE Rambe dengan gerak cepat dan teliti me-mediasi sengketa lahan antara warga tempatan dengan pihak perusahaan.
Menurut Camat UTE, kedua belah pihak adalah warganya, namun soal urusan tanah yang menjadi sengketa, tentu dampaknya sangat besar dan sensitif bila lalai menggunakan akal sehat fikiran jernih, serta etika budi pekerti di bumi Melayu ini.
“Mari kita kesampingkan dulu rasa egois dan gunakan kepala dingin, apa lagi yang bersengketa adalah pembeli terakhir, dihadiri Direktur perusahaan yang sudah melakukan ganti rugi lahan kepada warga. Dan AY penduduk sudah lama di Galang ini,” ujar Ute (6/9/2021) lalu.
Camat Galang menjelaskan, pihak perusahaan secara notabene memegang Dokumen baru dari Dinas Kehutanan disertai luas area dalam titik kordinat.
“Kemungkinan besar sengketa lahan ini ada titik temunya, mari kita duduk bersama sambil ngopi bareng. Ajak-ajaklah kami selaku Pemerintah setempat untuk menemukan way out atas sengketa lahan, demi terciptanya pembangunan yang kondusif dan konstruktif, serta menjalin meningkatkan silaturahmi,” tegasnya.
Sementara itu, Lian dari pihak perusahaan mengucapkan, bahwa tujuannya membuka usaha untuk memberdayakan, memajukan perekonomian masyarakat diwilayah Pulau Galang ini.
Dari hasil pantauan awak media Alif.com dilapangan, cukup indah dan menarik panorama alam kawasan pelabuhan rakyat yang akan dibangun seluas 8 Ha, hingga mencakup Hutan Bakau serta alur sungai/laut.
Akan tetapi, saat mediasi berlangsung tidak ada disebutkan SOP yang dianjurkan oleh ketentuan UU yakni ijin pematangan lahan cut and fill atau UKL-UPL yang merupakan pemasukan Negara berupa PNBP, juga proses Adm lainnya terkait aktifitas dilokasi.
Dan hingga saat ini, sang tokoh masyarakat “Ali” selaku penjual/pemilik lahan tanah di dalam hutan terkesan hutan lindung setengah botak yang terkonfirmasi positif berwajah lugu terlihat sedikit agak tinggi ilmu akalnya, raib dan senyap..seakan ngumpet didasar tanah bakau. (rmsag, akbar)