MEDIAALIF.COM, Batam – Menurut keterangan masyarakat, kondisi terkini Batam dipenuhi oleh ucapan kalimat terindah, contoh : ada bukti dan fakta tapi disebut Fitnah, trus kata-kata yang telah diucapkan tapi menolak disebut ingkar janji. Hal yang tidak nyata dan kamuflase malah di umbar sebagai buah karya.
Setelah itu, atas laporan masyarakat, Komisi I DPRD Kota Batam menggelar RDP bersama Kepala Disdukcapil, KPU dan Bawaslu, soal beredarnya berita group WA bahwa identitas warga (KTP) dijadikan komoditas permainan politik, dan RT/RW terlibat politik praktis.
“Tindak tegas RT RW berpolitik praktis, dan tidak ada KTP gratis menjelang Pilkada sebab itu hanya akal-akalan saja. Lebih baik bantu dan layani masyarakat sesuai fungsi dan tugasnya,” tegas Komisi I (30/9/2020).
Informasi terheboh masa kini, muncul penggunaan Logo Daerah yang beredar tertera pada kop surat RW. 35 Kelurahan Belian Kecamatan Batam Kota, tanggal 30 September 2020, berdalih Silaturahmi pasangan calon Wagub Kepri inisial “MA”, Kamis (1/10/2020).
Menurut analisa penulis, berdasarkan UU Negara Republik Indonesia, bahwa RT/RW bukan bagian Pemerintah karena RT/RW tidak termasuk dalam tatanan Pemerintah Provinsi/Kabupaten dan Kota.
Terkait penggunaan Logo Daerah tidak dapat digunakan sembarangan sebab pijakan hukumnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI (PPRI) No. 77 Tahun 2007 Tentang Lambang Daerah.
Dalam PPRI itu, Pasal 1 Ayat 4 BAB I Ketentuan Umum berbunyi : Lambang Daerah adalah Panji Kebesaran dan Simbol Kultural bagi masyarakat daerah yang mencerminkan kekhasan daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada Pasal 15 Ayat 1 dengan tegas menyebutkan Logo atau Lambang Daerah yang digunakan pada Kop Surat perangkat daerah sebagaimana dimaksud Pasal 9 Ayat 1 ditempatkan pada bagian paling atas.
Sedangkan di Ayat 2 dengan tegas menyebutkan Logo Daerah pada Stempel Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) digunakan pada surat-surat resmi SKPD, Kecamatan, Kelurahan/Desa atau nama lainnya, ditempatkan di sebelah kiri tandatangan Pimpinan Daerah, SKPD, dan pimpinan kantor wilayah setempat.
Dan tentang Penggunaan/Penempatan Lambang Daerah diatur dalam Pasal 9 Ayat 2 dan Ayat 3, khusus Ayat 2 dengan tegas disebutkan Lambang Daerah tidak digunakan pada pertemuan resmi Kepala Daerah dengan Mitra Kerja/Badan/Lembaga dari luar negeri.
Dentuman bunyi Ayat 3 (Pasal 9) dengan tegas disebutkan Lambang Daerah tidak digunakan pada dokumen perjanjian yang akan di tandatangani oleh Kepala Daerah dengan mitra kerja.
Artinya jangankan pihak-pihak yang tidak berkompeten, Kepala Daerah saja tidak boleh menggunakan Logo/Lambang Daerah sembarangan.
Berdasarkan UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014. Hak Cipta merupakan hak exclusive yang terdiri hak moral dan hak ekonomi. Artinya secara moral hak tersebut melekat abadi pada diri pencipta, sedangkan hak ekonomi merupakan hak exclusive pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomis atas suatu ciptaan.
Sehingga muncul tindak pidana melanggar UU Hak Cipta termasuk Delik Aduan (Klacht Delict). Artinya yang hanya dapat mengadukan adalah pemilik Logo/Lambang Daerah Pemerintah Kota yang merasa telah dirugikan terkait Lambang yang sudah dilindungi Hak Ciptanya sebagaimana UU Hak Cipta.
Akan tetapi, logo/lambang daerah pada kop surat diatas yang digunakan oleh pihak yang tidak berkompeten, apakah termasuk Black Campaign atau sejenis lainnya atau RT, RW dengan unsur kesengajaan tersistimatis digiring terlibat politik praktis..?
Equality before the law artinya Hak setiap warga negara sama dimata hukum.
Dalam bahasa kerennya, Ubi societas ibi ius, artinya Ada Masyarakat Ada Hukum. Apakah Ketua Bawaslu Batam hanya cuap-cuap berpangku tangan sahaja atas munculnya kop surat RT/RW, dan Walikota Batam terkesan tutup mata bermakna adanya pembiaran bodo amat atau telah lalai mengingat UU Negara RI.
Dan bagaimana dengan prinsip, hati serta logika hukum akal sehat pasangan calon lainnya demi Kepri kondusif dan konstruktif..? (ricky – ak)