Jaksa Agung Perintahkan Jaksa Tidak Menuntut Penjara Pengguna Narkotika

oleh -36 Dilihat
oleh

MEDIAALIF.COM, Jakarta – Kejaksaan Agung RI menerbitkan Surat Perintah yang ditujukan ke seluruh Jaksa di Indonesia. Surat Perintah tersebut tertuang dalam Pedoman Jaksa Agung 18/2021.

Isi perintah itu, pihak Kejaksaan Agung tidak lagi menjadikan pemidanaan badan atau pemenjaraan sebagai hukuman terhadap pengguna narkotika.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memerintahkan agar para Jaksa Penuntut Umum (JPU) menerapkan konsep keadilan restoratif, berupa rehabilitasi dalam setiap penuntutan di pengadilan bagi para pengguna narkotika.

“Tujuannya untuk optimalisasi penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif sebagai pelaksanaan asas dominus litis jaksa, pengendali perkara,” ujar Burhanuddin dalam keterangan resmi di Jakarta, Ahad (7/11/2021).

Pedoman yang diterbitkan dan diterapkan mulai 1 November 2021, sebagai basis pelaksanaan penuntutan oleh seluruh Jaksa terhadap perkara yang terkait dengan UU 35/2009 tentang Narkotika. Khususnya menyangkut tentang para pelaku penyalahgunaan narkotika dalam Pasal 127 ayat (1).

Selama ini, pasal tersebut berorientasi pada penghukuman satu sampai empat tahun. Namun, hal itu berujung pada persoalan serius yang dihadapi sistem pemidanaan saat ini. Yaitu penuhnya seluruh fasilitas pemenjaraan yang didominasi oleh pengguna narkotika.

“Isu overcrowding telah menjadi perhatian serius masyarakat dan Pemerintah, sebagaimana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024,” jelasnya.

Melalui Pedoman 18/2021, Kejaksaan mengambil langkah progresif dengan mengubah orientasi penjeraan dengan pendekatan keadilan restoratif. Yaitu, dengan menjadikan kewajiban rehabilitasi sebagai hukuman dalam setiap penuntutan di pengadilan, serta dengan mengoptimalkan peran lembaga dan pusat rehabilitasi narkotika.

“Jaksa selaku pengendali perkara, berdasarkan asas dominus litis, dapat melakukan penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi pada tahap penuntutan,” paparnya.

Pendekatan itu akan mengubah persepsi hukum terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika. Dari yang selama ini dicap sebagai pelaku tindak pidana, menjadi korban dari kejahatan narkotika.

“Pedoman Jaksa Agung 18/2021, punya semangat untuk memulihkan para korban kejahatan narkotika dengan melakukan rehabilitasi, bukan memasukkan korban kejahatan narkotika ke dalam sel penjara,” tegas Jaksa Agung.

Institute of Criminal Justice Reform (ICJR), pernah merilis tentang kapasitas Lembaga Pemasyarakatan (lapas) mencapai 204 persen pada 2020. Dalam rilis dikatakan, per Maret 2020, jumlah penghuni penjara di seluruh Indonesia mencapai 270.466 narapidana. Padahal, kapasitas rumah tahanan maupun lapas di Indonesia, hanya cukup menampung 132.335 WBP.

Jumlah tersebut, sebanyak 38.995 orang atau sekitar 55 persen adalah pengguna narkotika. ICJR kerap mengkritisi Pemerintah, maupun aparat penegak hukum yang menjadikan pemidanaan sebagai solusi pemberantasan tindak pidana narkotika.(repl)