MEDIAALIF.COM, Batam – Proses persidangan pada tingkat pertama (PN Batam) kasus pidana penggelapan terdakwa Tahir Ferdian alias Lim Chong Peng berakhir sudah dengan nilai Putusan Bebas oleh Majelis Hakim, pada Kamis, 5 Desember, pagi.
Dwi Nuramanu Ketua Majelis Hakim, dengan anggota Taufik Nainggolan, dan Yona Lamerosa, pada saat pembacaan Amar Putusan mengatakan, Perbuatan Penggelapan yang dilakukan Terdakwa bukan perbuatan pidana sebagaimana dakwaan JPU.
Dwi menguraikan secara detail dan obyektif tentang kronologi terbentuknya Perseroan Terbatas (PT.Taindo Citratama) yang memiliki badan hukum sah di mata hukum.
Terdakwa Tahir Ferdian merupakan Komisaris PT. Taindo Citratama, memiliki saham sebesar 50 persen, dan terdakwa dapat melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham.

Kegiatan usaha pada Perseroan Terbatas diatur oleh UU berdasarkan Pasal 1 UUPT No. 40/2007, maupun perubahan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan sesuai anjuran ketentuan aturan UU Perdata (KUH Perdata).
Akan tetapi perlu diketahui bahwa pada persidangan sebelumnya, agenda sidang Keterangan Saksi Ahli Pidana DR. Syarifuddin Petanase dari Fakultas Hukum Unsri Palembang – Saksi yang dihadirkan JPU mengatakan….
” Komisaris bisa menjalankan tugas Direksi dalam skala tertentu seperti memimpin rapat, kepengurusan sesuatu hal, dan tidak menjadi masalah apabila aset perusahaan di pindahkan untuk perbaikan. tapi untuk mengalihkan atau menjual aset harus melalui RUPS ” (28/10/2018).

Sidang berikutnya, Jaksa Rosmalina telah menuntut terdakwa Tahir dengan pidana penjara 2,5 tahun. Terdakwa Tahir menjual aset berupa lahan bangunan dan peralatan produksi tanpa melalui RUPS. Sehingga PT. Taindo Citratama yang bergerak di bidang daur ulang plastik domisili Sekupang-Batam, mengalami kerugian sebesar 25,7 miliar.
JPU dalam dakwaannya mengatakan, terdakwa melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dan sebagai dakwaan alternatif Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan Dalam Jabatan tidak terbukti, (14/11/2019) lalu.
Kemudian Hakim yang selalu tersenyum itu melanjutkan, hal-hal yang terjadi dalam pandangan JPU maupun Penasehat Hukum (perbedaan pendapat) adalah hal yang wajar dan dianggap sebagai fungsi kepentingan bernilai profesi.
“UU dibuat untuk menjaga, menghormati, melindungi, dan menghukum perbuatan yang melanggar hukum,” jelas Dwi.
Setelah membacakan nota putusan yang cukup panjang (lebih kurang 1 jam) secara cermat, detail dan teliti, sampai terlupa memerintahkan terdakwa berdiri sebagaimana lazimnya (semangat juang 45).
Akhirnya Dwi mengucapkan kalimat yang dinanti-nantikan pengunjung, khususnya terdakwa maupun keluarga besarnya yang tekun menghadiri persidangan sejak awal…
“ Mengadili, membebaskan terdakwa Tahir Ferdian dari segala tuntutan dan memerintahkan agar terdakwa dilepaskan dari tahanan, serta hak- hak terdakwa yang menjadi prioritas segera dipulihkan,” kata Dwi Nuramanu.
Setelah usai sidang, JPU Rosmarlina menyampaikan, ia tidak puas dengan vonis bebas yang dijatuhkan kepada terdakwa.

“Kami pasti mengajukan kasasi, dan secepatnya memory kasasi dipersiapkan. Tapi itu setelah kami berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pimpinan,” ujarnya.
Sementara itu Penasehat Hukum terdakwa mengatakan, kami mengucapkan puji syukur kepada Tuhan atas segala perjuangan yang telah ditempuh untuk mendapatkan hak keadilan sesuai ketentuan UU terhadap klien kami hingga di putus bebas oleh Majelis Hakim.
“Keputusan yang dibacakan tadi itulah alur kronologi yang sesungguhnya terjadi di dalam suatu bentuk perusahaan yang memiliki badan hukum yang sah di mata hukum,” ungkapnya.
“Majelis Hakim menggunakan indera yang pasti, tajam, dan meneliti perkara secara obyektif,” tutupnya. ( rm ).