Biaya Logistik Tinggi, Pengaruhi Daya Saing Batam Dimata Dunia

oleh -47 Dilihat
oleh
Istimewa

MEDIAALIF.COM, Batam – Pemerintah telah memberikan kelebihan khusus bagi Kota Batam sebagai kawasan Free Trade Zone (FTZ), di mana Batam menjadi kawasan yang bebas pajak dan biaya bea masuk.

Penerapan Kota Batam sebagai FTZ ini dapat berjalan secara lancar jika mendapat dukungan dari stakeholders terkait kuota dan izin impor kepada pengusaha. Salah satu caranya, yaitu menurunkan biaya logistik dari dan keluar Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) dengan penyediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak serta Bahan Bakar Gas.

Dengan harapan tersebut, BP Batam menggelar FGD bertajuk “Peluang dan tantangan terkait pengelolaan usaha hilir minyak dan gas di KPBPB”, di Hotel Harris Batam Centre, Rabu (05/05/21).

Dalam FGD, dihadirkan beberapa narasumber secara virtual, antara lain Staf Ahli Bidang Regulasi Kemenkoorbid Perekonomian RI, Elen Setiadi, Ka.Biro Hukum Sekjen Kementerian ESDM RI, Mohammad Idris Sihite, Direktur Impor Kemendag RI, Ernawati, Direktur Deregulasi Penanaman Modal Kementerian Investasi/Bakoor Penanaman Modal, Dendy Apriandy, Kasubdit Penyiapan Usaha Ketenagalistrikan Ditjen Ketenagalistrikan, Gigih Udi Atmo.

Anggota Bidang Pengusahaan BP Batam, Syahril Japarin, membuka kegiatan FGD dengan menjelaskan latar belakang Kota Batam sebagai kawasan Free Trade Zone dan permasalahan terkait implementasi PP Nomor 41 Tahun 2021 terlebih urusan kuota dan izin impor.

Lanjut Syahril, BP Batam berharap mendapatkan dukungan yang kuat dari para stakeholders agar mampu menjadikan Batam sebagai kawasan yang tangguh dan kompetitif.

Ia memaparkan, bila tarif BBM dan gas turun, akan berdampak besar pada biaya logistik di Batam. Hal ini dapat terwujud karena sebagian besar kelistrikan di Batam menggunakan gas bumi.

“Bila tarif gas tidak mengalami penurunan, akan menjadikan Batam sebagai kota dengan tarif BBM dan gas termahal se-Indonesia. Hal tersebut jelas akan mempengaruhi daya saing Batam sebagai daerah industri,” ujar Syahril.

“Selain itu, BP Batam juga meminta perhatian lebih dari Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) RI terkait perizinan kuota dan izin impor dalam Online Single Submission (OSS) yang memang sudah dijelaskan dalam PP Nomor 41 Tahun 2021 agar diakomodir supaya lebih jelas mekanismenya,” tuturnya.

Elen Setiadi selaku Staf Ahli Bidang Regulasi Kemenkoorbid Perekonomian RI, memaparkan tentang perhatian Pemerintah terhadap Batam dan peluang Batam ke depan dalam pengembangan energi.

“Sejak tahun 2016 sampai dengan 2019, Bapak Presiden memberikan perhatian khusus kepada KPBPB Batam. Salah satu yang paling menonjol dibahas adalah mengenai otoritas kewenangan. BP Batam memiliki otoritas kewenangan perizinannya sendiri, tidak memerlukan persetujuan dari (K/L) atau daerah lain supaya tidak ada lagi tumpang tindih atau overload kewenangan,” ujarnya.

Elen menambahkan, bahwa kawasan Batam akan difokuskan untuk hub logistik internasional (e-commerce), industri kedirgantaraan (MRO), industri light and valuable (high tech), industri digital dan kreatif, serta international trade dan finance center serta pariwisata.

Dikatakan Elen, pengembangan KPBPB ini memberikan dampak terhadap konsumsi energi yang semakin besar.

Tercatat untuk BBM, penggunaan Pertalite terhitung selama pandemi sangat tinggi dibanding Solar dan Premium. Sedangkan untuk konsumsi avtur di Bandara Batam lebih tinggi dari pada Bandara Kualanamu Medan. Jadi dibutuhkan nilai energi yang kompetitif untuk mengembangkannya.

Dari sisi konsumsi Avtur/Jet Fuel pada Tahun 2020, Bandara Hang Nadim menggunakan avtur lebih tinggi, yaitu 100 KL per hari dibandingkan dengan Bandara Kualanamu Medan sebesar 75 KL per hari maupun Bandara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru sebesar 50 KL per hari.

“Perbandingan harga avtur juga menentukan keberhasilan daya saing sebuah bandara. Pada tahun 2020 saja, harga avtur Bandara Batam berada di angka Rp7.800,- per liternya. Sedangkan Singapura Rp5.322,- dan Kuala Lumpur Rp5.432,- per liter. Ini sudah sepertiga lebih tinggi dari kedua negara tersebut,” ungkapnya.

Direktur Impor Kemendag RI, Ernawati, memaparkan beberapa pilihan atas tindak lanjut dari adanya ketentuan pelaksanaan perizinan impor di KPBPB serta larangan dan pembatasan komoditas minyak bumi, gas bumi dan bahan lain.

“Penyusunan Permendag-nya mengandung beberapa kententuan, di antaranya tidak diberlakukannya ketentuan persetujuan impor pada saat barang masuk KPBPB, diberlakukan pembatasan pengeluaran barang, melakukan pengecualian apabila ditetapkan oleh Dewan Kawasan dan melakukan koordinasi dengan Dewan Kawasan dan K/L terkait untuk menetapkan pembatasan komoditi,” terang Ernawati.

Sementara itu, Elen Setiadi, dalam closing statement-nya juga mengatakan, bahwa masih banyak yang perlu dibenahi dan di-follow up kembali terkait nomenklatur PP Nomor 41 Tahun 2021 dan PP Nomor 5 Tahun 2021.

Turut hadir dalam acara, Direktur Restrukturisasi BP Batam sekaligus Ketua Gugus Tugas Pengelolaan Supply BBM BBG, Arham S. Torik; Kepala Pusat Harmonisasi Kebijakan BP Batam, Memet E. Rachmat; Direktur BUBU dan TIK, Amran, Ka Biro Humas Promosi dan Protokol, Dendi Gustinandar sebagai moderator. (dit,rud/km)