MEDIAALIF.COM, Batam – Historis Kampung Tua Setengar (Kelurahan Tg.Piayu saat ini), dirintis oleh Keling bin Djabat.
Hal itu dibuktikan dengan adanya Makam Tua “Keling Bin Djabat” yang hampir lenyap, kondisinya pun memprihatinkan. Dan Warisnya yaitu anak, cucu dan cicitnya (Hukum Kitab Faroidh) hidup di kampung itu turun-temurun, serta Bukti dokumen Soerat Doeloe Tahun 1935, Kartu Keluarga (KK Tahun 1993) diterbitkan oleh Kepala Desa P. Buluh Kec. Batam Barat, Kodya Batam.
Berdasarkan historical P. Batam tahun 1971-1973 dikelola Otorita Batam, namun berganti wajah bernama Badan Pengusahaan (BP) Batam. Saat berganti wajah berbusana cantik terlihat sangat gagah (OB ke BP Batam).
Namun kegagahan, molek bijaksana, bersih, mahir melantunkan doa dan kecomelannya, diwarnai oleh AKSI DEMO masyarakat Batam yang luar biasa (Kasus Lahan s/d Tahun 2017) dalam acara Temu Ramah dan Doa Selamat alias proses persidangan, pada Kantor Pengadilan Negeri Batam dan Peradilan Tata Usaha Negara, Tanjung Pinang domisili Sekupang.
KK Tahun 1993 Garis Keturunan Makam Tua, dan Soerat Doeloe Tahun 1935.
Perlu untuk diketahui Historis P. Batam, saat memasuki era Pemerintahan ADMINISTRATIF, tanggal 24 Des 1983 Gubernur KDH Tk I Riau, Imam Munandar melantik H.R.Usman Draman sebagai Walikota Madya Batam pertama, dihadiri oleh Mendagri Soepardjo R.
Pada masa ini (R.Usman Draman) Kota Madya Batam ada 3 Kecamatan saja, yaitu : Kecamatan Belakang Padang, Kecamatan Batam Barat, Kecamatan Batam Timur. Akan tetapi daerah Belakang Padang kala itu sempat menjadi Pusat Pemerintahan.
Tanggal 3 Okt 1989 R.A.Azis diilantik sebagai Walikota Madya Batam kedua, oleh Gubernur KDH Tk I Riau, Soeripto), Batam terdiri dari 8 Kecamatan, hingga masa kepemimpinan Nazief S.Dh (OTDA Tahun 1999), status Batam meningkat menjadi 12 Kecamatan sampai saat ini. (Sumber Pemko Batam).
Menurut keterangan tokoh-tokoh tua (ditemui Penulis) baik di Tg.Pinang / Penyengat, Bentan, Moro (Selat Mi), Daek Lingga, dan lainnya (ada yang sudah tutup usia) mengatakan, Batam ada ciri khas sangat kuat pertalian darahnya dengan pulau sekitar, bermuara Daek Lingga, pusat die Penyengat.
Dan terutama tokoh-tokoh (tua, muda), khususnya Penasehat Hukum Kampung Tua atau RKWB (Rumpun Khasanah Warisan Batam) mengatakan, kisah P. Batam ni istimewa die punya cerite harus dijage. Karena pulau ni tempat berlaboh para raje-raje dahulu lagi, ada panglima, pendekar utusan die, ulama pun ikut die.
“Batam punya cerite ada Teluk Senimba, Teluk Mata Ikan, Batu Merah, Batu Besar Batu Mencarut, Tanjung Riouw, Tanjung Bemban, Tanjung Uma, Tanjung Piayu. Tapi sungai die dah habis pun hanya nama sahaja,” kata tokoh tua itu dan disambut tokoh tua lain “Aok..”.
Lintasan sejarah Batam “Malang Jidah Malang Keling”.
Tapi saat penulis bertanya tentang Keling bin Djabat, spontan para tokoh tua terperanjat macam tersengat, menatap penulis dengan mata tajam dan berkata “ada tak bukti die..” lalu penulis tunjukkan foto makamnya, tokoh tua lain berkata “Sila tanya waris die, kisah tu betul ada talian darah, die duduk kat ujung pulau ni..,”
Kemudian penulis pun kembali lagi ke Kampung Setengar bertemu Ahli Waris berinisial “JE, MI, NG, AH, AB, SN ” mengatakan, dulu lagi kampong ni dah ada, ramai orang pulau datang, orang seberang pun kesini (maksudnya negri jiran), sebab ada emak bapak kami lahir sini (maksudnya Tok bagi cucu) sambil melihat kearah makam orang tua, makam buyutnya.
“Kampong ni punya kisah, ada tumbuhan hal kisah banyak terjadi kat sini sampe balek 3 bukit bawah laut mengapit die. Masa kecik pun dah ikut bawa tumbuhan boleh bikin warna cat ke Temasek (Singapura), Johor, Melake (Malaka) serantau die, kami hidup dari laot, kebun, sekolah tak ada,” ucap waris beberapa waktu lalu.
“Orang tinggal kat sini maseh keluarga, ada orang datang jadi saudare, ada orang nompang hidup cocok tanam sahaja (berkebun), ada kami tak tau masok dari mana asal die,” jelasnya.
Tapi anehnya, ada-ada saja tingkah polah orang berwujud manusia suci dan bening, bagaikan komunitas Malaikat diduga terdampak positif serakah dan loba yang ingin menguasainya, berdalih program pembangunan untuk kepentingan golongannya, diiringi ucapan berlidah belut terkesan celat dan tak mengerti Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional di negeri ini. (Dialog di Sukajadi, 23/4/2020).
Batu Bersusun Batu Bersujud sebelum Nongsa Pantai, terdapat Makam Tua.
Bahkan oknum-oknum berdasi, terindikasi turut serta berbisnis lahan, berkolaborasi dengan jiwa kedekut suai jidat mengkerut, bergelar Pengusaha Profesional/Investor Konsorsium, telah mencoba berulang kali untuk mengelabui, membodohi orang kampung yang lemah tak tahu baca tulis, dengan ucapan Intimidasi terkesan lembut berhati mulia.
Namun tata cara dan sendi-sendi Etika manusia suci berperangai bak Malaikat jagonya tersenyum, khususnya Oknum bersih berdasi disinyalir cinta Infaq PL dan Zakat UWTO, terpantau dan tersorot oleh sinar mata sang Burung Garuda serta harga diri dan citra sang pemilik lambang Merah Putih di Bumi Pertiwi.
Seperti yang diucapkan oleh Penasehat Hukum RKWB, maupun Praktisi Hukum lainnya di Kota Batam (ditemui Penulis), bahwa Negara Republik Indonesia sejak Merdeka tahun 1945, menganut/memiliki ketentuan Hukum Tanah Ulayat atau Hukum Kearifan Lokal.
Masih adakah sendi-sendi logika yang manusiawi, meskipun terkonfirmasi positif berwajah bersih bagaikan Peri di negeri tercinta ini, dan seharusnya dilestarikan untuk dapat dijadikan akar landasan cagar budaya, atas lintasan historical sejarah yang telah dipertemukan. (ricky/akbar)