BP BATAM PENCIPTA INSTRUMEN IRAMA LAGU MAL ADMINISTRASI

oleh -128 Dilihat
oleh
Istimewa

MEDIAALIF.COM, Batam – Banyaknya Permasalahan Lahan yang muncul kepermukaan, terhendus dalam sebuah alur irama musik, ibarat naluri tanda cinta infak PL atau zakat UWTO (UWT), akan membuka tabir sistem aturan, kinerja BP Batam yang tidak logis dan akal-akalan.

Batam merupakan ujung tombak Pembangunan Nasional, akan tetapi acap kali disuguhi Aksi demi Aksi Demonstrasi masalah Lahan, khususnya pada tahun 2015 s/d 2020, hingga berujung di meja hijau (PTUN dan PN Batam).

Beberapa tahun sebelumnya, BP Batam meraih surprise terbaik dan teladan, berupa resuple struktur mulai dari Kepala serta para Deputi bermotivasi pencerahan plus penyegaran.

Bukan rahasia umum lagi, Kewenangan Lahan di Batam khususnya, didominasi oleh kebijakan maupun Peraturan (Perka) yang cukup tinggi tapi terasa syahdu dan sendu SOP nya…menurut info kehumasan BP Batam.

Namun pelaksanaannya tentu berpedoman pada Amanat dan fungsi UU Negara RI yang telah di Amandemenkan. Seperti UU Agraria (BPN) sebagai acuan dasar Pembangunan Nasional maupun ketentuan aturan lainnya.

“Apakah BP Batam tidak mengetahuinya atau sudah melaksanakan aturan yang ada, sebab pembatalan hak tidak serta-merta bisa dilakukan, apa lagi bila sudah memiliki Sertifikat,” kata Saksi Ahli (Wakil Rektor III Uniba) di persidangan.

Hal itu terpantau oleh awak media Alif.com, dan ucapan Kuasa Hukum Penggugat DR.Boy Kanu dan Tim (sebagai Advokat sudah diambil Sumpah nya oleh Pengadilan Tinggi), baik agenda Pembuktian, Keterangan Ahli (25/11/2020) di PTUN Tg.Pinang domisili Batam.

Menelusuri persidangan, PT. ECD menggugat BP Batam dengan Perkara No. 9/G/2020/PTUN.TPI, dengan Hakim Ketua Dewi Maharati, SH, MH, dan Hakim Anggota Azzahrawi, SH, Septia Putri, SH, M.Kn

Kuasa Hukum Penggugat DR.Boy Kanu mengatakan, hanya dengan Surat Peringatan (SP1, 2 dan 3) setelah monitoring, BP Batam menerbitkan Surat Pembatalan Hak Alokasi Lahan terhadap kliennya yang sudah memiliki PL, Lunas UWT 30 Thn, SKPP Tanah No.148/2012, SPPL No.101/2012, dan SHGB.

“Surat Pembatalan tersebut di Ttd oleh Deputi A3 Sudirman Saad, tertanggal 17 Juni 2020, artinya pada masa Ex-Officio Kepala BP Batam. Dan IMB baru muncul setelah menunggu bertahun-tahun lamanya (KPTS 116/IMB-BTM/DPMPTSP BTM/V/2019) di Ttd oleh Agustian Riau,” jelasnya.

“Dan sesuai Dokumen yang kami pegang, Perka No.10/2017, Pasal 39 cukup jelas isinya bahwa pihak BP Batam akan melakukan pemanggilan terhadap pengguna lahan, namun Klien kami tidak pernah dipanggil, dan SP 1, 2, 3 pun tidak pernah diterima. Sudah benarkah sistem informasi, SOP (Instrumen) yang dilakukan oleh BP Batam,” ungkapnya.

Lanjut tim Kuasa Hukum Penggugat dalam persidangan menyebutkan, bahwa BP Batam telah melakukan Mal Administrasi.

Dan Kuasa Hukum Tergugat BP Batam, saat ditemui awak media ini, menjawab dengan ucapan “Untuk konfirmasi/penjelasan langsung saja ke Kabag Humas,” katanya.

Histori singkat, baik alur irama, tata cara dan bijaknya langkah yang di dengungkan, secara patut disebut “Instrumen irama lagu Mal Administrasi” hasil ciptaan/buah karya BP Batam berupa Surat Pembatalan Hak Alokasi Lahan yang muncul serta-merta, sehingga melalaikan peraturan yang dibuatnya sendiri.

Bagaimanakah nasib investor lainnya, sehingga ditemukan ada yang menunggu waktu sekian lama tapi tidak ada jawaban, serta ada proses selanjutnya tertahan atau berkasnya nyangkut bersembunyi entah dimana…keluhan beberapa investor (baik PMDN maupun PMA) kepada media ini.

Diharapkan pihak BP Batam mampu berbuat dan mencermati secara profesional terhadap keluhan investor, bukan ditutup-tutupi, dan memahami aturan UU, apa yang tidak boleh dilakukan (ucapan Deputi Sudirman Saad dalam Seminar bersama sang Profesor, bulan November 2019), dan seharusnya dapat memberi motivasi rasa nyaman, tenang bagi para Investor di Batam.

Serta dimana fungsi dan wajah bersih berwibawa tim evaluasi bersama kemampuan moral SPI BP Batam yang cukup solit didengungkan, “Seminar Jabatan dan efektivitas, peningkatan kualitas pengaduan”, layakkah disebut kamuflase stimulasi kegiatan demi menghabiskan anggaran belanja biaya tahunan di hotel-hotel tercantik Batam.

Sehingga surat tanda cinta yang di Ttd oleh Deputi A3 (Pembatalan Hak) terukir indah saat pandemi covid-19 berwajah Corona, yang tak tergantikan oleh nikmatnya kursi Avanza atau empuknya sulaman emas jok bagasi Rush bukan odong-odong.

Berdasarkan hasil pantauan sidang (Agenda Pembuktian) dengan naluri jiwa seorang penulis yang biasa-biasa saje, ditemukan bahwa surat pembatalan hak alokasi lahan, redaksinya terkesan beraroma sedap dalam bumbu (bukan BUBU) aturan hukum pidana. (ricky mora,akbar)